GEMA ISLAMI USULKAN PRAMUKA GARUDA

Kosambi Dalam (06/08/18)
Pramuka Garuda merupakan tingkatan Pramuka yang tertinggi digolongannya. selain itu anggota gerakan Pramuka yang akan digarudakan diharapkan menjadi teladan bagi teman-temannya disekolah, lingkungan dan masyarakat.

"meskipun SMP Gema Islami merupakan sekolah baru namun kami selalu berusaha semaksimal mungkin demi kemajuan peserta didik dan terus kami bina secara berkelanjutan. dalam melakukan pembinaan Gerakan Pramuka juga saya selaku pembina pramuka merasa belum cukup jika hanya melakukan semuanya sendirian oleh karena itu saya selaku pembina melakukan kerjasama dengan berbagai pihak diantaranya Kepala Sekolah (selaku Ka. Mabigus) dan dari Orang Tua/Wali dari peserta. saya juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai kalangan yang telah turut serta mendukung demi memajukan Gerakan Pramuka diSMP Gema Islami (terang Ka. Aan Selaku Ka. Gudep.

Read more...

LUKA LAMA

"Kita cerai!" Terdengar teriakan di telepon. Lalu suara sambungan terputus.

Aku mengusap rambut dengan kasar. Mencoba meredakan emosi sendiri, setelah sedikit lega, lalu melangkah ke kasir toko.

"Tolong cepat ya, Mbak!" Aku meminta.

Wanita muda itu segera menghitung total belanjaan, lalu menyebutkan berapa yang harus kubayar. Cepat aku mengemasi semuanya dan berjalan keluar toko.

Motor melaju dengan kecepatan lumayan tinggi, membayangkan di rumah Dilla menyambutku dengan koper di tangan seperti kebiasaannya tiap kali kami bertengkar. Sampai.

Aku memarkir motor di teras, menyambar dua plastik hitam dan segera masuk rumah. Terlihat Rangga dan Ringga sedang asyik bermain PS. Mereka menyambutku dan akan menyambut seperti biasa. Tapi kali ini aku hanya memberikan dua plastik itu pada mereka tanpa kata.

"Mama mana?" tanyaku buru-buru.

"Di kamar!" Rangga menunjuk.

Aku segera berlalu, sementara mereka sibuk mengamati mainan yang baru saja kubelikan. Pintu kamar tertutup rapat dari dalam. Aku tahu Dilla tengah menangis sambil mengemasi pakaiannya.

"Ma!" Aku memanggil. Tak terdengar sahutan.

Tanpa menunggu lagi aku membuka pintu. Benar, kudapati dia setengah melempar satu demi satu pakaian yang diambil dari dalam lemari ke koper.

"Ma! Kita bicara dulu ..." Aku masih berusaha menahan suara agar tak terdengar oleh anak-anak di luar sana.

"Ma!" Aku menyentakkan tangannya yang masih tak berhenti. Dia menoleh, menatapku tajam dengan mata sembab yang memerah.

"Apa? Mau ngomong apa? Mau ngeles?!" Sewotnya.

"Ma, denger dulu. Kamu cuma salah paham." Aku berusaha menjelaskan.

"Salah paham apa? Kamu pikir aku bodoh? Jelas-jelas cewek itu chat seakrab itu sama kamu masih coba bilang salah paham!" Dia melepaskan tanganku.

"Ma ... dia cuma teman Papa di kantor, itu aja. Nggak lebih!"

"Nggak lebih tapi sering chat di WA. Pake nelpon-nelpon lagi! Ini malam minggu, Papa pulang terlambat karena nganterin dia pulang kaya minggu kemaren kan? Udahlah, nggak usah kebanyakan alasan. Pokoknya aku mau kita cerai. Titik!"

Seperti ada yang berdenyut nyeri di dalam hati tiap kali mendengar kata itu. Meili memang teman sekantor. Usianya masih muda. Kami lumayan sering chat di WA karena masalah kerjaan. Sabtu yang lalu tanpa sengaja aku mengantarnya pulang karena kasihan. Cuma sebatas itu. Tidak lebih. Sayangnya, Dilla berpikir yang bukan-bukan setelah membuka WA ku. Aku menangkap tangannya, agar ia berhenti mengemasi baju-baju. "Ma, aku terlambat karena beli maenan untuk anak-anak."

Dia menatapku sengit, "Alasan!"

"Ya Allah, Ma ... harus bilang gimana lagi buat jelasinnya?"

"Nggak usah jelasin apa-apa! Aku mau cerai!" Bentaknya.

Dia menyentakkan tanganku, lalu akan menyeret koper keluar kamar. Tapi aku menarik tubuh Dilla, dan merengkuhnya. Erat.

Karena ada luka yang kembali menganga di dalam dada. Luka yang selama puluhan tahun berusaha kusembuhkan dalam sebuah pernikahan.

"Jangan bercerai, Ma ... jangan," bisikku.

Dia masih sedikit berontak, tapi karena aku tak melepaskan akhirnya dia terisak di dalam dada.

Jam berdetak ke angka sepuluh malam. Anak-anak sudah tidur dengan nyaman di atas ranjang. Sementara di kamar, kami masih diliputi keheningan. Dilla masih terisak sesekali, meski sekarang dia sudah percaya dengan apa yang kuceritakan padanya.

Aku menarik kepala Dilla, agar ia tidur di atas bahuku. Semula dia akan menolak, tapi aku sedikit memaksa. Karena malam ini aku akan bercerita padanya. Cerita tentang seorang anak korban perceraian, sepertiku.

"Aku nggak pernah berniat selingkuh, Ma. Karena aku tau bagaimana rasanya ditinggalkan." Aku memulai pembicaraan. "Bercerai itu ... neraka bagi anak-anak." Dia terdiam.

"Akan ada banyak sayatan di masa kecil anak-anak yang masih polos, setelah orang tua bercerai."

Kudengar dia menarik napas dalam.

"Sayatan pertama, saat salah satu dari orangtua bertanya ... kamu mau ikut mama atau papa?" Aku berkata getir, "tapi ada sayatan lebih dalam dari pertanyaan itu, saat kita tidak diberi pilihan. Seperti aku."

Aku masih mengingat dengan jelas hari itu. Saat dalam isak tangis ibu menggandeng tanganku keluar dari rumah. Alin, adikku, memeluk dalam gendongannya. Tadinya kupikir kami akan pergi bersama, ternyata aku ditinggalkan di depan jalan.

Ibu naik mobil sambil melambaikan tangan, sementara aku yang belum memahami bahwa ibu tak akan kembali, hanya terdiam. Lalu kembali masuk rumah, menunggunya pulang.

Usiaku baru enam tahun saat itu. Kupikir ibu hanya pergi ke pasar untuk membeli baju seragam. Tapi sampai besok, besoknya, dan besoknya lagi, ibu tak pulang lagi.

"Pa ...?" Dilla menatap wajahku.

"Ya ..." Aku menepuk-nepuk bahunya, pelan.

"Kenapa mereka bercerai?"

"Karena ayahku menikah lagi ..."

Baru kali ini, setelah delapan tahun kami menikah, aku menceritakan semuanya. Selama ini dia hanya tahu aku memang hidup dengan ibu tiri yang semua terlihat baik-baik saja. Tapi sebaik apapun keadaan rumah, akan jauh lebih baik saat kita berada satu atap dengan orangtua yang utuh.

"Sayatan kedua, adalah saat seorang anak harus berpindah dari rumah yang semula nyaman, ke rumah yang terasa asing ..."

Setelah bebeberapa bulan diurus nenek dari pihak ibu, akhirnya aku harus merasa ditinggalkan lagi. Nenek meninggal.

Lebih menyakitkan saat di malam hari setelah kematian nenek, aku mendengar mereka membicarakan harus dengan siapa aku tinggal. Lucunya, beberapa kali aku harus mendengar penolakan.

Terlalu repot, tak ada kamar lebih, tak ada uang untuk makan, dan bermacam alasan lainnya. Saat itu, aku menangis ingin bertemu ibu. Tapi juga merasa bahwa semua orang tidak menginginkanku, termasuk ibu.

Akhirnya aku diserahkan pada ayah. Kemudian dia membawaku tinggal dengannya. Bersama dengan anak-anaknya yang lain, di rumah istri pertama.

Siang itu aku turun dari motor ayah dengan perasaan asing. Di depan sebuah rumah sederhana yang sama sekali aku belum pernah datangi. Yang kini akan jadi tempat di mana aku tinggal.

"Mau pulang ... mau sama ibu ..." Saat itu, hanya kata itu yang kuucapkan pelan.

Ayah sedikit membungkuk untuk memberi pengertian. Sebagai seorang ayah, dia memang baik terhadap anak-anaknya. Hanya saja aku jarang bertemu karena dia selalu pergi dan datang ke rumah sesekali. Mungkin karena ibuku memang hanya istri kedua.

Beberapa wajah melongok di pintu. Ada yang besar, beberapa hanya sedikit di atasku. Kulihat mereka ada empat orang bergaris wajah hampir serupa.

"Semua kakak nggak ada yang nakal, kan?" Dilla bertanya pelan, membayangkan apa yang kurasakan saat itu.

"Enggak, Ma. Mereka kaya kebanyakan anak lainnya." Aku tersenyum, "anak-anak polos ... yang hanya menganggap ada teman baru yang datang."

Tadinya aku mendengar sedikit keributan di kamar. Mungkin ibu tiriku sedikit keberatan. Tapi akhirnya saat mereka keluar, tas tempat baju-bajuku dibawa masuk ke dalam kamar. Aku diterima.

Ya, aku duduk di sofa. Asing. Sendirian. Disuruh makan, aku makan. Disuruh mandi, aku mandi. Disuruh tidur, ini yang agak susah.

Aku biasa tidur dengan ibu, atau nenek. Di sini aku tidur bersama dengan dua kakak baru. Mereka terus mengobrol seru di atas ranjang. Cekikan membicarakan entah apa. Sementara aku di ujung ranjang. Sesekali hampir terjatuh, tapi berusaha menahan.

"Tapi ... nggak dianak-tirikan kan?" Dilla menatapku.

"Alhamdulillah, enggak ..." Aku menggeleng.

Ibu tiriku tidak terlalu ramah, tapi juga tidak jahat. Dia bersikap manusiawi. Bersikap sama pada empat anak kandung dan satu anak tiri dari madunya, aku.

"Sayatan ketiga, saat kita merasa tidak punya tempat mengadu, seperti anak-anak yang lainnya ..." Aku merasakan sedikit denyut di dada.

Mengulang dalam ingatan situasinya. Situasi di mana aku, anak yang seharusnya menjadi bungsu, tapi dianggap lebih dewasa dari kakak-kakak lainnya.

Kulihat sesekali kakak-kakakku mengadu jika ada anak lain yang nakal, lalu ibuku menanggapi. Mereka mengadu saat bertengkar dengan teman, bercerita tentang apa yang terjadi di sekolah hari ini, atau tentang uang jajan yang kurang. Sementara aku tak berani.

"Kenapa nggak berani?" Dilla menatapku, ada kilat kasihan di manik matanya.

"Sebaik-baiknya ibu tiri ... seorang anak lebih nyaman bicara dengan ibu kandungnya sendiri ..." Suaraku mulai terdengar pelan.

Kembali kurasakan

sayatan itu. Aku tinggal di tempat yang ramai, tapi merasa kesepian sepanjang waktu. Aku bicara, aku tertawa, tapi tidak bisa selepas seperti dengan ibuku. Aku tetap merasa asing.

Pernah mencoba lebih dekat, bahkan sesekali tidur sambil memeluk kaki wanita itu. Tapi tetap terasa berbeda. Tetap tertanam di ingatan bahwa dia adalah ibu dari orang lain, bukan ibuku.

"Dulu, setiap kali aku menginginkan mainan, aku harus menunggu agar yang lain membeli mainan yang sama lebih dulu. Jadi aku punya alasan untuk meminta. Tapi seringkali ... aku hanya diberi mainan bekas dari kakak. Saat semua sudah mulai memainkan mainan model yang baru, aku baru punya kesempatan memegang mainan yang lama ..." Aku menarik napas. Terbayang lagi masa-masa sakit itu.

Mata Dilla membesar, menyadari sesuatu. "Karena itu Papa sering banget beliin anak-anak mainan?"

Aku mengangguk. Jika ada yang mengatakan bahwa anak adalah balas dendam dari masa-masa kecil orangtua ingin rasakan, itu benar. Kini aku memahami itu.

"Sayatan ke empat, saat saudara-saudara merasa kesal dengan kesalahan yang dilakukan oleh orangtua, mereka mengatakan hal-hal buruk kepada si anak. Sebagai pelampiasan."

Dilla menatapku, semakin berkaca matanya.

"Heran sama si Ida, ibumu itu! pergi belasan tahun nggak pulang-pulang. Apa nggak inget sama anak dia?" Oceh salah satu bibi dari ayah.

"Ah dasar juga ayahnya tukang kawin!" Tetangga yang lain menanggapi. Sambil menuding wajahku.

Sebenarnya itu kata-kata yang mereka anggap sebagai angin lalu. Pengisi kekosongan dari percakapan keseharian. Tapi mereka lupa, bahwa seorang anak pun pasti punya hati. Mereka tidak sadar berkata yang sekilas hanya terdengar tak berarti tapi menancap layaknya duri.

Di depan mereka, seorang anak dari orangtua yang bercerai mungkin dianggap tak punya harga diri. Jadi mereka bisa bicara sesuka hati.

"Sayatan ke lima, saat anak melihat anak-anak lain begitu dilindungi dan penuh harga diri, tapi dia tak punya ..."

"Pa ..."

Aku terpejam. Merasakan mata yang mulai memanas.

Di lingkungan rumah, di sekolah, bahkan di antara teman sebaya, aku sering direndahkan. Diremehkan. Tak diperhitungkan. Karena mereka semua punya ibu sebagai tempat mengadu, dan ayah sebagai orang yang bisa diandalkan, tapi aku tidak.

"Aku ... selalu bertanya pada diri sendiri, apa salahku ... apa salahku ... apa salahku ...kenapa aku ditinggalkan ..."

Setetes air meluncur dari sudut mata.

"Sialnya ... aku terus merindukan ibu yang entah di mana ..." Tetes-tetes lain menyusul berjatuhan.

Berdenyut lagi. Aku merasakan lelehan darah yang sempat mengering, terbuka lagi.

"Selalu dikejar pertanyaan ... tentang kenapa ada ayah yang tega bertingkah seegois itu, juga ibu yang seperti lupa pernah melahirkan seorang anak di dunia ..."

"Pa ..."

"Karena itu sekarang aku berusaha sebaik mungkin, agar anak-anakku tidak merasakan sakit yang sama. Jangan pernah. Biarlah mereka punya tempat tinggal yang nyaman, punya ibu sebagai tempat mengadu ... dan punya ayah yang bisa diandalkan ..."

Dilla menangis terisak melihat airmataku.

"Jangan bercerai, Ma. Apalagi hanya karena masalah sepele dan keegoisan. Karena perceraian itu mungkin cuma memakan waktu sebentar, lalu kita berdua selesai ... tapi traumanya akan menggores lama di hati anak-anak kita ..." Aku menatap wajah Dila, dengan sorot mata penuh luka.

Dilla menggelengkan kepala, sambil menyeka airmata yang tertumpah di pipinya. Menyadari kesalahan yang tadi hampir dilakukannya.

"Karena perceraian orangtua akan membuat luka di sini ..." Aku menunjuk dada yang masih berdenyut pedih, "terlalu dalam ... bahkan sampai seumur hidup sakitnya tak akan hilang."

Read more...

HARI YANG BARU

"Tuhan telah ciptakan kedua kaki untuk melangkah, pergunakan langkah itu dengan penuh bijaksana, maka kebijaksanaan tuhan pun akan selalu ada padamu"

Pagi itu mentari begitu indah, kehangatannya pun telah menusuk ditulang dan menjadikan tubuh ini terasa lebih segar dari biasanya. Setelah semalaman beristirahat dikamar kecilku kini ku harus bangun dan kembali beraktifitas entah kemana kaki ini akan membawa diriku.

Seperti biasa dipagi hari sambil menikmati hangatnya sengatan mentari dan kuhabiskan secangkir kopi panas yang baru saja aku buat.

Ini masih terlalu pagi untuk beraktifitas bagi aku yang sekelas dengan penganguran dan tak terasa mentaripun sudah mulai naik dan semakin panas tapi aku masih bingung harus kemana dulu kaki ini akan kulangkahkan,

“drrrrttt..... drrrrrttt..... drrrrrtt...” terasa getaran dalam saku celanaku dan ternyata itu adalah getaran Handphone ku pertanda ada pesan singkat. “ah..... paling juga Operator yang SMS...” emang biasanya hanya operator yang selalu rajin ngirim SMS kepadaku hampir 3 kali dalam sehari Operator itu selalu rajin mengirimiku pesan, entah itu promo ataupun pemberitahuan kalo sim card saya sudah hampir masa tenggang.

Sambil memcah lamunanku ahirnya kubukalah Handpgone ku dan ternyata ada pesan singkat dari nomor baru “assalamualaikum pak irfan mohon maaf ganggu waktuny, jika bapak tidak sibuk dan tidak keberatan saya tunggu Bapak di kantor SDN Tegal Sari, karena ada hal yang ingin saya sampaikan.... Ttd : Kepala Sekolah”.... kubaca berulang-ulang pesan itu apa aku slaah baca atau gimana, disatu sisi saya bingung “.....kok tumben-tumbenan ada Kepala Sekolah yang SMS aku,, perasaan aku tidak pernah punya masalah sama instansi sekolah deh.....” ahirnya tanpa berfikir panjang lagi aku langsung bersiap-siap memenuhi panggilan SMS tersebut karena biar semua urusannya selesai dan tidak ada yang mengganjal lagi.

Read more...

ULANGAN BAB 4 KELAS VII

Seorang yang MAMPU bukanlah karna memang dia sudah serba tahu. Tapi seorang yang MAMPU adalah orang yang MAU dan TAK LELAH untuk mencari ilmu.

untuk menguji sejauh mana keseriusan dalam belajar dan sejauh mana pemahaman kalian dalam memahami pelajaran yang telah disampaikan maka silahkalan klik DISINI untuk melakukan Ulangan Harian Bab 4 Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi kelas VII pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) Gema Islami tahun pelajaran 2017/2018.

Belajar, Berdoa dan terus mencoba lagi .

selamat mengerjakan

Read more...

ULANGAN BAB 3 Kelas VIII

Assalamualaikum Wr, Wb

Puji syukur marilah kita sampaikan kepada  Allah SWT yang telah memberikan begitu banyak nikmat kepada kita semua. karena berkat nikmat-Nyalah kita semua masih diberikan kesempatan untuk bersama-sama menguji kemampuan belajar kita secara bertahap.

sholawat dan salam juga marilah kita bersama-sama sanjungkan kepada baginda Nabi Besar MUHAMMAD SAW.

dalam kesempatan kali ini kalian semua akan mencoba menguji dari hasil belajar kalian disemester II ini khususnya pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIKOM) Bab 3.

media elektronik kita gunakan untuk mempermudah proses Belajar dan mengajar sehingga nanti akan tercipta Insan yang Unggul, Cerdas dan bijaksana dalam menggunakan media Komunikasi.

untuk memulai Ulangan harian kalian silahkan klik DISINI dan langsung lanjutkan pengisian sesuai dengan yang kalian pelajari.

INGAT !!! KEJUJURAN merupakan kunci dari segalanya. selamat mengerjakan dan jangan pernah puas dengan hasil kalian yang sekarang.

terima kasih

Wassalamualaikum Wr,Wb.

Read more...

ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL

KOSAMBI DALAM (07/12/17) Ulangan Akhir Semester Ganjil tahun ajaran 2017/2018 dilangsungkan mulai dari tanggal 04 Desember 2017 dan akan berakhir pada tanggal 09 Desember 2017. pelaksanaan semester pun berlangsung dengan tertib dan aman walaupun banyak sekali kekurangan yang terjadi, namun itu semua tidak menjadi penghalang untuk melaksanakan Ulangan Semester.

para siswa juga sangat antusias dalam pelaksanaanya karena siswa juga ingin mengetahui sejauh mana pemhaman belajara selama 6 bulan kebeleakang.

dari jumlah siswa yang tercatat yaitu 117 siswa ada 1 (satu) siswa yan tidak bisa mengikuti Ulangan Semester dikarenakan kondisi kesehatannya yang tidak memungkinkan, siswa ini bernama NURKHOLIS MAJID kelas VII.

Kepala SMP Gema Islami juga telah membentuk Panitia Pelaksana pada pelaksanaan Ulangan Semester Ganjil tahun pelajaran 2017/2018 sebagai pelaksana kegiatan Ulangan Semeseter. panitia juga bertanggung jawab kepada Kepala Sekolah dalam peaksanaannya.

adapun susunan Panitianya yaitu sebagai berikut :
1. Penanggung Jawab            : KHAMIM, SH.S.Pd
2. Ketua Pelaksana                : AAN CHUNAEFI
3. Sekretaris                          : IMRON ROSYADI
3. Bendahara                         : Hj. KATROH, S.Pd.I
4. Anggota                             : M. Alwan, S.Pd
                                                 SUANDA, S.Pd
                                                 ETI JUHRO, S.Pd.I

Pelaksanaan Ulangan Semester kali ini haruslah berjalan dengan tertib dan rapi, baik itu dari segi kepanitiaan, Pengawas maupun peserta didiknya, karena Ulangan semeseter merupakan kegiatan yang sangat penting sekali guna mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam menyerap pengajaran yang disampaikan oleh Dewan Guru setiap harinya.''Ujar Aan selaku ketua pelaksana"
SMP Gema Islami yang berlokasi di Desa Kosambi Dalam selalu berupaya melakukan perbaikan-perbaikan baik itu dari segi sarana, prasaran maupun yang lainnya. hal ini diharapkan agar terciptanya susana belajar yang aman, nyaman dan kondussif (*Ach

Read more...

SEJARAH SINGKAT BERDIIRINYA SMP GEMA ISLAMI

SEJARAH SINGKAT BERDIRINYA

SMP GRMA ISLAMI

SMP Gema Islami Kosambi Dalam berdiri pada tahun 2011 yaitu tepatnya pada tanggal 17 Maret 2011 sebagaimana yang tertuang dalam Surat Keputusan Yayasan Perguruan Islam Gema Bangsa Nomor 003/YPI-GB/III/2011. Dan sesuai dengan kesepakatan bersama maka setiap tanggal 17 Maret SMP Gema Islami selalu mengadakan MILAD atau hari lahirnya SMP Gema Islami. SMP Gema Islami yang dibawah naungan Yayasan Perguruan Islam Gema Bangsa dan mempunyai badan hukum yaitu Akta Notaris : Marissa Zahara, SH dengan Nomor 01 Tanggal 14 Maret 2009ndan selaku Ketua Yayasan yaitu Bapak A. Kamid dan mendapatkan dukungan dari para Dewan Pembina dan Kepala Sekolah dilingkungan SMP Gugus 04 Balaraja maupun Instansi lainnya pada waktu itu diantaranya :

1.      Bapak Wawan Setiawan, S.Pd ( Kepala SMP N 2 Balaraja)

2.      Bapak Tatang Sutrisna, M.M.Pd (Kepala SMP N 1 Kresek)

3.       Bapak H. Satibi, M.M.Pd (Camat Gunung Kaler)

4.      Bapak M. Abu Nu’man, S.Pd.I ( Kepala SMP Islam Al-Falah Kresek)

5.      Bapak Kurdi, S.Pd.I (Kepala SMP Islam Athoyibah)

6.      Bapak Fahrudin, SE (Dinas Pendidikan Kab. Tangerang)

7.      Bapak Ahmad Yani Miharja, SH (Pengacara Serang)

8.      Bapak Yanuar, S.Ip (Kang Awang Ketua KNPI Kab. Tangerang)

Adapun Kepala Sekolah SMP Gema Islami dari sejak berdiri hingga saat ini dijabat oleh Bapak KHAMIM, SH. S.Pd yang tetap Konsisten memperjuangkan dan mengupayakan terciptanya sebuah sekolah yang bermutu, berkualitas dan menjadi Dambaan masyarakat sekitar dengan menerapkan sekolah yang berbasis Islam dengan mendidik siswa-siswi menjadi anak yang berkarakter, soleh, santun dan cerdas.

            Dan dalam perkembangannya SMP Gema Islami mendapatkan Izin Operasional dari Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang yaitu berdasarkan Surat Keputusan Nomor : 421.3/148 Dispendik 2012 dan dalam jangka waktu beberapa bulan kemudian SMP Gema Islami mendapatkan sertifikat Nomor Statistik Sekolah (NSS) dengan nomor 202280314003 dan Nmor Pokok Sekolah Nasional (NPSN) 20623121 dari Kementrian Pendidikan Nasional dan pada tahun 2015 SMP Gema Islami juga mendapatkan Akreditasi dengan Predikat “B” dengan SK No. 83/BAP-S/M-SK/X/2015.

            Tentu saja ini merupakan sebuah kebanggaan, karena ini merupakan suatu bukti yang konkrit bahwa kami tetap konsisten memperjuangkan guna membangun dan mengembangkan pendidikan yang berkualitas dan bermutu khususnya diwilayah Desa Kosambi Dalam Kecamatan Mekar Baru dan pada umumnya Kabupaten Tangerang Propinsi Banten.

            Dengan penuh keyakinan terhadapa Allah SWT, kedepan SMP Gema Islami berupaya akan lebih meningkatkan mutu dan kualitas agar dapat menjadi sekolah kebanggaan bagi peserta didiknya dan juga menjadi kebanggan bagi seluruh warga sekolah dan masyarakat yang peduli terhadap pendidikan dengan mantap kami berkata : “Percayalah Kita Pasti Bisa.”

           

       

Read more...